Sunday, February 1, 2015

Perubahan Kepahaman di Muhammadiyah



Ternyata memang ada pergeseran kepahaman di Muhammadiyah dari zaman KH Ahmad Dahlan ke zaman sekarang. Dijelaskan dalam 2 artikel:



Fiqih Ahmad Dahlan Dan Majelis Tarjih

Penemuan kitab fiqih jilid III terbitan Muhammadiyah bagian taman pustaka Jogjakarta yang isinya berseberangan dengan mainstream paham keagamaan Majelis Tarjih telah meresahkan para aktivis dan mubaligh Muhammadiyah di level akar rumput. Berdasarkan sumber kitab fiqih tersebut, paham keagamaan Muhammadiyah pada periode awal- begitu juga paham fiqih Ahmad Dahlan, dinilai sejalan dengan paham keagamaan(fiqih) tradisionalis seperti yang dilestarikan organisasi lain.
Sesungguhnya, penemuan kitab fiqih tersebut bukan hal baru, apalagi kitab tersebut diterbitkan sebelum Majelis Tarjih terbentuk. Gerakan Muhammadiyah pada waktu itu memang belum menyentuh ranah fiqih sehingga paham keagamaanya masih mengikuti mainstream paham kesilaman pada umumnya. Sebagai contoh, KH. Ahmad Dahlan dan Haji Fachrodin pernah membantu Perserikatan Pegadaian Boemiputra(PPB) meminjam dana di bank milik pemerintah colonial dengan system bunga. Salah satu buku karya Haji Fachrodin (Marganing Koemawoelo) berisi penjelasan tatacara shalat yang masih menggunakan qunut pada shalat shubuh. Kitab-kitab fiqih (bahasa arab)terbitan Muhammadiyah Bagian Taman Pustaka juga masih banyak menggunakan “sayyid” ketika menyebut nama Nabi Muhammad SAW.
Setelah Majelis Tarjih terbentuk, gerakan Muhammadiyah mulai menyentuh ranah fiqih dengan menetapkan metodologi istimbath hukum yang dinamis. Pembentukan manhaj tarjih Muhammadiyah tidak serta merta jadi, tetapi berproses seiring dengan perkembangan keilmuan dan dinamika zaman. Pada mulanya pembaharuan keagamaan Muhammadiyah menggunakan dictum “ar-ruju ‘ila al-qur’an wa al hadist”, tetapi setelah perkembangan ilmu hadist berubah menjadi “ ar-ruju ‘ila Al-Quran wa As-sunnah.” Standart Majelis Tarjih dalam menggunakan As-Sunnah sebagai sumber hokum harus As-Sunnah Al-maqbulah.
Jika dahulu para tokoh Muhammadiyah masih menggunakan qunut dalam shalat shubuh, saat ini Majelis Tarjih dengan kekuatan metodologi istimbath hukumnya memutuskan tidak menggunakannya. Dahulu para tokoh Muhammadiyah juga masih menggunakan kata “sayyid” untuk menyebut nama Nabi Muhammad SAW, tapi kini sudah tidak digunakan lagi ( termasuk kultus/ghuluww).
Membaca fakta historis ini, para aktivis dan mubaligh Muhammadiyah tidak perlu risau. Gerakan Muhammadiyah dahulu sebelum terbentuk Majelis Tarjih memang belum menyentuh ranah fiqih karena masih dalam taham membangun organisasi dan jaringan. Setelah Majelis Tarjih terbentuk, gerakan Muhammadiyah baru memasuki wilayah fiqih dengan menghasilkan keputusan keputusan resmi yang berbeda dengan paham keagamaan awam. Pembentukan manhaj tarjih juga lewat proses seiring perkembangan keilmuan dan dinamika zaman. Metodologi istimbath hukum tarjih pun senantiasa berkembang sehingga keputusan-keputusannya akan relevan dengan dinamika zaman.
Sayangnya ada pihak-pihak yang mendramatisir seolah-olah ketika majelis tarjih berbeda dengan kyai dahlan maka majelis tarjih pengkhianat. Mereka lupa bahwa antara Imam Syafii dan ulama syafiiyah pun ada ikhtilaf. Misalkan dalam kitab Imam Syafii yang namanya niat sholat itu di dalam hati, namun ulama-ulama syafiiyah ada yang berbeda pendapat bahwa niat shalat itu baiknya dilafazhkan. Yang jelas kalau majelis tarjih melakukan suatu revisi atau merubah keputusan tentu tidak asal-asalan, melainkan dengan pemikiran yang sangat cermat dan hati-hati. Majelis Tarjih punya manhaj tarjih yang dengannya melakukan istinbath hukum, setiap keputusan yang dikeluarkan tarjih telah melalui prosedur yang sesuai dengan manhaj tarjih.
Namun kami berpendapat bahwa selayaknya Muhammadiyah itu ya dahlaniyah. Muhammadiyah tidak bisa dilepaskan dengan Kyai Dahlan sebagai pendirinya. Hanya pemahaman dahlaniyah disini bukan semata-mata kita mengikuti beliau secara harfiah, namun kita mengikuti spirit yang diajarkan kyai Dahlan dan dilengkapi dengan hasil pemikiran Tarjih. Spirit yang diajarkan kyai Dahlan antara lain rasionalitas dalam beragama serta teologi pembebasan. Takhayul adalah lawan dari rasionalitas dalam berfikir, maka kyai Dahlan sangat mengecam tindakan-tindakan umat Islam yang mengungkung diri dalam takhayul sehingga tidak mau untuk maju. Sebagai ganti dari takhayul maka berfikir rasional adalah suatu keharusan, maka dalam matan ideology Muhammadiyah disebutkan bahwa Muhammadiyah itu adalah bersumber dari Al Quran dan as Sunnah dengan menggunakan akal fikiran yang sesuai dengan spirit ajaran Islam. Berbeda dengan slogan sebagian kawan kita yang berpendapat bahwa al quran dan sunnah harus difahami dengan pemahaman salafush shalih, tidak ada dalam matan resmi ideology Muhammadiyah yang mengatakan seperti itu, namun dalam Muhammadiyah jelas Al Quran dan sunnah itu harus difahami oleh akal fikiran.
Muhammadiyah dikenal sebagai anti terhadap TBC (Takhayul, Bidah dan Churafat), bukan apa-apa, TBC inilah yang membuat umat Islam tidak rasional dalam berfikir dan kurang produktif. Takhayul dan khurafat membuat umat Islam larut dalam mitologi-mitologi sehingga akal fikirannya tidak digunakan. Bidah membuat umat Islam sibuk dengan ibadah yang ditambah-tambahkan sehingga waktu untuk bekerja menjadi khalifah di muka bumi berkurang dan tersita oleh aktifitas-aktifitas bidah. Implikasi dari meninggalkan takhayul dan khurafat adalah berfikir rasional dan implikasi dari meninggalkan bid’ah adalah produktivitas yang tinggi dalam bekerja.
Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah ( Merujuk Al Quran dan Sunnah Makbullah ) 

Dalam tulisan ini kami akan sampaikan hasil wawancara dengan Ketua Majelis Tarjih Tajdid PP Muhammadiyah Prof Dr H Syamsul Anwar, MA. yang telah dimuat di Majalah Suara Muhammadiyah Edisi 05 Maret 2014.
Bagi muhammadiyah perubahan perubahan keputusan keputusan yang lain adalah hal yang biasa, termasuk dalam hal fiqih , asalkan berkesesuaian dengan sumber utamanya Alquran dan Sunnah Makbullah. Dalam ibadah mahda harus sesuai dengan apa yang dilakukan Rasulullah (pemurnian). Dan diluar ibadah mahdah dalam rangka dinamisasi masyarakat awam, hal ini sering dipertanyakan. Kenapa demikian? Kenapa ini berbeda dengan yang dahulu?
Untuk lebih jauh mengetahui tentang fiqih muhammadiyah tersebut, lutfi effendi dari suara muhammadiyah ketua majelis tarjih dan tajdid PP Muhammadiyah Prof Dr H Syamsul Anwar, MA. Berikut ini sejumlah penjelasan tentang fiqih Muhammadiyah:
Ada yang mempertanyakan, kenapa fiqih Muhammadiyah sekarang ini berbeda dengan fiqih era KH Ahmad Dahlan. Dulu KH Ahmad Dahlan shalat terawih 20 rakaat, kini 8 rakaat, dulu KH Ahmad Dahlan shalat shubuh pakai qunut, kini tidak, apakah ini berarti sudah melenceng dari ajaran KH Ahmad Dahlan?
Yang perlu dicatat, bahwa fiqih Muhammadiyah sebagaiman fiqih pada umumnya. Itu yang paling pokoknya. Tetapi seperti halnya fiqih-fiqih yang ada. Tentu ada perbedaan di sana sini dengan fiqih yang lain. Fiqih Muhammadiyah itu sesuai dengan identitas Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid. Maka dari zaman ke zaman selalu berupaya melakukan tajdid. Karenanya bias saja kajian saat ini berbeda dengan kajian sebelumnya. Apa yang dicapai oleh generasi yang lalu, bias saja diubah oleh generasi berikutnya tentu saja dengan kajian yang lebih dapat di pertanggung jawabkan keabsahan alas an atau dalilnya.
Muhammadiyah dalam hal fiqih tidak merujuk pada seseorang, tetapi murujuk pada dalil-dalil dalam Alquran dan Sunnah Makbullah. Muhammadiyah itu akan terus menerus melakukan kajian, baik itu di bidang ibadah khusus dan akidah ataupun dibidang ibadah social. Karenanya, ketika suatu fiqih telah ditetapkan bias saja di kemudian hari dapat berubah ketika menemukan dalil-dalil yang lebih dapat diterima. Apalagi jika fiqih tersebut belum merupakan keputusan persyarikatan dan masih berupa ajaran ajaran ulama pada saat itu, tentu akan lebih mungkin berubah ajaran tersebut ketika dalam kajian Muhammadiyah menemukan dalil yang lebih tepat dan berbeda dengan ajaran yang selama ini telah berlaku. 
Apa yang dilakukan Muhammadiyah ini, tidak bertentangan dengan ajaran KH Ahmad Dahlan yang juga sudah menjadi identitas Muhammadiyah yaitu ajaran tajdid ini, Muhammadiyah membagi dua bagian atau dengan kata lain tajdid itu mempunyai dua makna Tajdid di bidang ibadah Mahdah atau ibadah Khusus dan juga dalam Aqidah, Muhammadiyah memilih ibadah sebagaimana yang dilakukan dan diajarkan Rasulullah melalui AL-Quran dan Sunnah Makbullah. Langkah ini biasa disebut pemurnian. Sedangkan tajdid dibidang muamalah atau kehidupan social, ini lebih bebas dilakukan. Tajdid dibidang ini kita kenal sebagai dinamisasi kehidupan social kemasyarakatan umat, dan Muhammadiyah sebetulnya pada awalnya lebih dikenal dalam gerakan pembaruaan dibidang social ini.
Jadi selama ini yang dilakukan KH Ahmad Dahlan masih terfokus pada tajdid dibidang social disbanding tajdid dibidang ibadah Mahdlah?
Gerakan tajdid yang dilakukan oleh KH Ahmad Dahlan pada saat itu memang lebih terfokus kepada gerakan tajdid dibidang sosial. Gerakan tajdid ini utamanya dibidang pendidikan yang menyita waktu tersendiri bagi KH Ahmad Dahlan, karena ia harus meletakan dasar-dasarsendiri bersama para pengurus Muhammadiyah pada waktu itu. Yang kesemua gerakannya langsung ditangani Pimpinan pusat. Demikian pula dengan gerakan social yang lain, seperti penyantunan anak yatim dan fakir miskin, masih dilakukan dengan tenaga dan dana yang terbatas.
Karena waktu tenaga dan dana yang terfokus pada bidang-bidang social ini, maka KH Ahmad Dahlan belum sempat melakukan kajian-kajian dibidang ibadah Mahdlah ini. Sehingga apa yang dilakukan kiai masih seperti yang diajarkan atau diterima dari ulama-ulama pendahulunya. Karena memang kajian seperti ini banyak menyita waktu. Kajian-kajian fiqih di bidang ibadah khusus mulai dilakukan ketika tajdid dibidang social sudah mulai tertata. Ide pendirian Majelis Tarjih yang bertugas mengkaji dalam bidang ini muncul tahun 1927 dan b aru terbentuk kepengurusan tahun 1928 yang diketuai oleh KH Mas Mansur. Sejak itu, kajian-kajian yang dilakukan lebih intensif.
Apakah yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan dalam meluruskan kiblat shalat dan yang terakhir dalam era Muhammadiyah saat ini dalam penetapan awal bulan itu bukan ibadah mahdlah sehingga ada perbedaan dengan yang lainnya?
Shalat menghadap kiblat itu merupakan ketentuan syar’I untuk melaksanakan shalat sebagai ibadah mahdlah. Tetapi cara penentuan arah kiblatnya bukanlah termasuk ibadah mahdlah. Maka cara penentuan arah kiblat itu di dalam muhammadiyah termasuk dinamisasi kehidupan masyarakat. Caranya bias berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pada waktu itu.
Demikian pula cara penentuan awal bulan. Awal bulannya, merupakan syarat syar’I untuk melaksanakan ibadah puasa Ramadhan atau shalat Id Fitri(termasuk ibadah madlah),tetapi penentuan awal bulannya termasuk kategori dinamisasi kehidupan masyarakat. Caranya bisa berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pada waktu itu.
Apakah setelah dilakukan kajian-kajian oleh muhammadiyah secara khusus tentang fiqih ini menghasilkan hanya satu keputusan tentang sesuatu?

Di Muhammadiyah ini ada prinsi[ tanawuh fil ibadah atau keberagaman dalam beribadah. Tanawwuh itu artinya pluaritas sepanjang ada contoh dari Rasulullah Muhammad SAW, meski kadang juga ada yang satu keputusan organisasi. Misalnya tentang shalat terawih, keputusan organisasi hanyalah satu yaitu 8 rakaat. Sedangkan pelaksanaannya dilakukan secara tanawwuh (pluaritas) sebagaimana contoh Rasulullah, boleh dua-dua atau empat-empat .contoh lain dalam doa iftitah didalam sholat juga ada beberapa pilihan, Allahumma ba’id atau wajahtu. Itulah pluralitas dalam ibadah, asal ada dasar dari sunnah Rasulullah yang makbullah bisa diterima dan di jalankan sesuai pilihan.
Bahkan karena Muhammadiyah terus menerus melakukan kajian, maka shalat Trawih yang empat rakaat itu juga menimbuilkan pertanyaan, apakah ada tasyahud awal seperti pada shalat wajib empat rakaat atau tidak. Kajian-kajian semacam ini biasa dilakukan Muhammadiyah untuk mencari kesesuaian atau paling sesuai dengan ibadah yang dilakukan Rasulullah/ seperti dalam hal shalat tarawih 8 rakaat, 20 rakaat, 36 rakaat dan 40 rakaat mana yang sesuai.
Ternyata setelah dilakukan kajian secara terus menerus, tidak pernah satu kali pun Rasulullah SAW melakukan shalat tarawih lebih dari 8 rakaat. Demikian pula yang dilakukan para sahabat, bahkan termasuk yang dilakukan Umar bin Khattab tetap 8 rakaat. Tetapi memang Khalifah Umar bin Khatab pernah melakukan penyatuan shalat dalam satu masjid yang tadinya dilakukan secara spordis. Namun demikian rakaatnya tetap 8 rakaat, tidak ditambah-tambah, hanya saja di dalam kajian tentang pelaksanaanya ada beberapa variasi, oleh karena itu Muhammadiyah menetapkan rakaat tarawih 8 rakaat dan pelaksanaannya bisa dilakukan secara tanawwuh( dimungkinkan berbeda antara satu dengan yang lain) dua-dua atau empat empat.

Beberapa referensi lain tentang berubahnya aliran fiqih Muhammadiyah:

Kitab fiqih muhammadiyah terbitan 1343H
Artikel Pendukung yang merefer ke kitab fiqih muhammadiyah:

10 comments:

  1. opo iyo, KH Ahmad Dahlan ra ngerti hadits ? opo berarti KH Ahmad Dahlan itu pelaku bid'ah, ya ? KH Ahmad Dahlan, ulama pendiri ko' di bid'ah-bid'ahke sama anggotane dhewe, di jaman saiki sing wis puinter-pinter tenan.
    opo iyo, KH Ahmad Dahlan selama hidupnya itu ra manut hadits,yo ? kiro-kiro hisabnya KH Ahmad Dahlan di akhirat, termasuk golongan yang mana ? diantara dua pilihan surga dan neraka ? Kyai Ahmad Dahlan, Allohumaghfirlahu warhamhu Al Fatihah

    ReplyDelete
  2. Jika dahulu para tokoh Muhammadiyah masih menggunakan qunut dalam shalat shubuh, saat ini Majelis Tarjih dengan kekuatan metodologi istimbath hukumnya memutuskan tidak menggunakannya. Dahulu para tokoh Muhammadiyah juga masih menggunakan kata “sayyid” untuk menyebut nama Nabi Muhammad SAW, tapi kini sudah tidak digunakan lagi ( termasuk kultus/ghuluww).
    Membaca fakta historis ini, para aktivis dan mubaligh Muhammadiyah tidak perlu risau. Gerakan Muhammadiyah dahulu sebelum terbentuk Majelis Tarjih memang belum menyentuh ranah fiqih karena masih dalam taham membangun organisasi dan jaringan. Setelah Majelis Tarjih terbentuk, gerakan Muhammadiyah baru memasuki wilayah fiqih dengan menghasilkan keputusan keputusan resmi yang berbeda dengan paham keagamaan awam.
    Kesimpulannya bagaimana nasib para tokoh Muhammadiyah terdahulu di akhirat, yang selama hidupnya amaliyahnya berbeda dengan keputusan Majelis Tarjih ? berani-beraninya tokoh pendahulu Muhammadiyah ini tidak menggunakan kaidah-kaidah ber-agama seperti yang digunakan Majelis Tarjih, sebab taruhannya ini adalah antara Surga dan Neraka, diterima atau tidaknya amaliyah ibadah mahdoh

    ReplyDelete
  3. maaf mas untuk referensi keputusan - keputusan dari majelis tarjih kitab yang digunakan itu apa ya??? kalau bisa yang berbhasa arab?? dan ataukah mengambil dari sunah dan Al-Qur'an Secara langsung dan ditafsirkan menggunakan akal fikiran??? tidak menggunakan tafsir dari ulama terdahulu.....

    ReplyDelete
  4. Assalaamu'alaykum, nampaknya umat Islam di Indonesia telah dikelabui oleh sejarah berdirinya Ormas Muhammadiyah. Sesungguhnya Ormas Muhammadiyah itu bentukannya Pemerintah Penjajah Hindia Belanda yang dipimpin oleh Christiaan Snouck Hurgronje (bermasa 8 Februari 1857 – 26 Juni 1936 M) dengan umat Islam Indonesia yang menganut ajarannya Muhammad bin Abdul Wahhab selaku pendiri paham Salafi Wahhabiyyah/ Wahabi di Arab Saudi. Dalam hal ini agar tidak dicurigai oleh para Ulama ASWAJA dan merupakan Strategi dari Christiaan Snouck Hurgronje, maka diangkatlah Syaikh KH. Ahmad Dahlan selaku Ulama ASWAJA senior, pada tanggal 18 Nopember 1912 M sebagai Ketua Muhammadiyah generasi pertama dengan masa dari tahun 1912~1922 M. Pada saat Kepemimpinan Muhamadiyah oleh Syaikh KH. Ahmad Dahlan, maka ajarannya adalah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, yang mengajarkan ilmu fiqih yang menggunakan ajaran para Ulama ASWAJA, namun setelah diganti oleh H. Ibrahim tahun 1923~1933 M, selaku penganut paham Salafi Wahabi, maka ajarannya mulai membid'ahkan Tahlilan, Tawassul, Maulid Nabi, Ziarah Kubur dsb, Para pimpinan Muhammadiyah mulai terlihat mengembangkan/ mendakwahkan ajarannya Muhammad bin Abdul Wahhab, adapun terlihat jelas yakni pada kepemimpinan ke-4 Ormas Muhammadiyah yang diketuai oleh H. Mas Mansyur yang bermasa tahun 1937 – 1941 M. Agar lebih jelas sebagai buktinya adalah Pimpinan Ormas Muhammadiyah tidak membolehkan/ memberlakukan lagi kepada anggota-anggotanya dalam amalan ibadahnya berpedoman kepada "Kitab Ilmu Fiqih karangan KH. Ahmad Dahlan". Adapun para pengikut yang berfikiran picik akan selalu berpendapat "Muhammadiyah itu bukan Dahlaniyah", mereka tidak sadar bahwa yang diajarkan oleh Syaikh KH. Ahmad Dahlan itu ajaran agama Islam yang ma'ruf (adil dan benar), bukan ajaran seperti "Liberlisme", "Komunisme", "Kapitalisme"dsb. Padahal bagi penganut/ pengikut paham Liberlisme, Komunisme, Kapitalisme, para pengikutnya akan mendewa-dewakan para pendirinya, sedangkan para pengikut Muhammadiyah mencampakkan ajaran Syaikh KH. Ahmad Dahlan, namun penggunaan namanya hanya untuk mengelabui umat Islam yang berpaham Ahlus Sunnah Wal Jama'ah bahwa mereka bernaung pada Syaikh KH. Ahmad Dahlan. Wa assalaam.

    ReplyDelete
    Replies
    1. kasihan dengan pengikut MD sekarang, kacang lupa kulit ..

      Delete
    2. iya mas..semoga muhhammaddiyah kembali ke jalan simbah dahlan dulu...kemarin sy berkunnung ke makam nyai haji ahmad dahlan di depan kraton jogja..ngeness dan ngelusss dada..makam tidak terawat, di tumbuhi..rumput gajah setinggi 2 meteran..padahal 2 hari sebelum nya ada pepimpin MU kesitu kok ya..tidak terbuka mata hatinya..hmmmmm...semoga pemimpin nya pada sadar dankembali ke jalan sang kyai ahmad dahlan..amin

      Delete
  5. KH.Ahmad dahlan Aqidahnya Asy'ary, pengikutnya yg merubah

    ReplyDelete
  6. Imam 4 madzhab besar (maliki, syafii, hambali, hanafi) dan imam-imam fiqih terdahulu dikenal kesholehannya. Mudah2n anggota tarjih muhammaddiyah yang mendirikan madzhab baru dan pembaruan juga bisa sholeh seperti para ulama terdahulu. Sehingga umat Muhammadiyah yang taqlid kepada Majelis Tarjih tidak mendapatkan keputusan yang menyimpang.

    Semoga dana bantuan untuk organisasi Muhammadiyah lebih bisa difilter. Semoha ijtihad dan perjuangannya ikhlas. Tidak mudah menyalahkan ijtihad umat lain.

    ReplyDelete
  7. Kok jdi makin gak yakin dgn metode yg dilakukan gnerasi penerusnya Muhammadiyah ya.tdak sesuai dgn yg diajarkan K.H.Ahmad Dahlan.sperti lebih 'alim dbanding K.H.Ahmad Dahlan.maaf klau tdk berknan dgn komentar saya,cuma mnyampaikan uneg2 aj.

    ReplyDelete
  8. semoga muhhammaddiyah sekarang bisa sama persis , sama fiqih ky ahmad dahlan..kecil saya dulu di solo tahun 1980-sma 93-94 masih sama persis, dg NU . dulu sekampung NU dan MU kompak melakukan kegiatan sosial kemasyarakatan taqzaiah 7,40,100, yasinan tahlilan, ziarah kubur, khaul,habis sholat zikir bersuara di lanjut salaman, wis guyup rukun..rumah kakek hampir 5 bulan sekali melaksanakan yasinan dan tahlilan..rakayat yg di undang semua, yang dulu tidak bisa zikir jadi bisa zikir, yang dulu tidak bisa yasin jadi hafal surat yasin karena kulino..bahkan ada umat lain..ikut akhirnya masuk islam..kok sekarang MU jateng solo klaten jadi berubah 90 % , habis sholat sepi...plasss..ngilang , salam sama imam dan makmu juga hilang semua..hmmmm... hampir semua kegiatan kemasyarakatan yg saya sebut di atas..hilang semua..ada apa ini...? semoga yg merubah fiqih muhhamammaddiyah kembali kejalan pendirinya jangan ikut ..orang baru yg gak jelas sanad sambung gurunya dari mana..

    ReplyDelete